PR Abadi Pemerintah Semarang untuk Menangani Banjir
Banjir di Semarang, khususnya wilayah daerah pesisirdan dataran rendah, telah menjadi “langganan” yang berulangsetiap musim hujan tiba. Bahkan, saat musim lainnya tiba, banjir kerap masih mendatangi wilayah tersebut. Fenomenatersebut bukanlah sekedar dari dampak curah hujan yang meninggi, melainkan kombinasi yang kompleks antaramasalah lingkungan dan tata kota yang menahun yang dialami. Pembangunan-pembangunan yang masih massif di daerah-daerah resapan yang semakin banyak, penggundulanhutan di hulu yang semakin melebar, dan beberapa faktorlainnya yang membuat Semarang tidak mampu menghadapigenangan air. Kondisi-kondisi ini, menuntut penangananserius dan terpadu dari pemerintah untuk menemukan solusidan tindakan langsung.
Penanganan banjir tersebut, tidak hanya mengandalkanpembangunan infrastruktur fisik saja, seperti Pembangunan tanggul laut raksasa. Meskipun hal tersebut penting, tetapimelakukan pendekatan yang lebih holistik dengan melibatkan-melibatkan aspek-aspek mitigasi di hulu dan perbaikan tata kelola di hilir menjadi salah satu kuncinya. Peremajaan dan penanaman hutan di wilayah atas seperti gunung pati atautembalang, melakukan pengawasan ketat terhadap izin untukmelakukan pembangunan, revitalisasi air yang terintegrasi, serta melakukan edukasi kepada Masyarakat tentangpentingnya menjaga kebersihan sungai dan tidak melakukankebiasaan membuang sampah sembarangan. Selain itumelakukan upaya adaptasi terhadap penurunan muka tanahdan kenaikan air laut juga perlu dipercepat dengan teknologidan kebijakan yang tepat agar Semarang tidak tenggelam di masa depan.
Oleh karena itu, mengatasi masalah banjir di daerahpesisir Semarang banyak memerlukan komitmen politik yang kuat, alokasi anggaran yang sangat memadai, serta partisipasidari seluruh lapisan Masyarakat yang ada di Semarang sangat dibutuhkan. Tanpa adanya kesadaran dari Masyarakat di daerah tersebut untuk menjaga lingkungan dan kepatuhanterhadap rencana tata ruang disetiap penanggulangan banjirmaka akan menjadi sia-sia.
Comments
Post a Comment